Puisi “Salam Tanah Berdebu” Zainul Walid-Sukorejo-Situbondo

Ustadz Zainul Walid

SALAM TANAH BERDEBU
(Surat rindu untuk Alumni Sukorejo)

Kalau tidak ada lagi bukti
bahwa kita orang shaleh
mudah-mudahan jejak kaki kita
yang bersentuhan dengan jejak-jejak kaki guru-guru kita
bisa jadi bukti
bahwa kita pun pencinta orang-orang shaleh

Betapa jauh kita telah melangkah
Meninggalkan kamar pondok, tempat kita bertahun-tahun berlatih ikhlas menderita dan sengsara
Meninggalkan surau dan masjid tua, yang kini tak ‘kan pernah lagi kaujumpa
Meninggalkan gerbang pesantren dengan langkah ragu dan linang air mata
Meninggalkan Rong Laok, dokar atau becak, yang tak mau peduli bagaimana hancurnya perasaan kita

Barisan pohon asam melambai, seperti mengucap selamat jalan, padahal diam-diam hati kita makin remuk,
“Inikah kepedihan, perpisahanku dengan pesantren dan guru-guru telah dimulai?
Adakah selamanya aku tak ‘kan kembali?
Adakah aku dan guru-guru tak ‘kan bertemu lagi?
Ataukah kelak kami masih akan bertemu
dalam rindu yang menggebu-gebu?
Oh…!”

Betapa jauh kita telah melangkah
Betapa lama kita telah berpisah
Mungkin wajah kita yang dulu bercahaya, kini gelap gulita
Mungkin mata kita yang dulu bening, kini keruh dan juling
Mungkin telinga kita yang dulu kerap mendengar azan dan pengajian, kini dijejali nyanyian jalanan dan kepalsuan
Mungkin mulut kita yang dulu semerbak Alquran, zikir, dan nazaman, kini busuk kebohongan dan kebencian
Mungkin tangan kita yang dulu mesra menggapit kitab kuning dan buku pelajaran, kini sibuk memburu dunia tanpa lagi peduli halal dan haram
Mungkin perut kita yang dulu berisi nasi gulungan dan terong bakar, kini hanya berisi kayu-kayu bakar dan ular
Mungkin kaki kita yang dulu hanya melangkah ke madrasah, surau, masjid, dan asta, kini melangkah ke mana-mana, terjerembab dalam genangan sampah, limbah, dan nanah

Tidak ada lagi bukti
bahwa kaki kita pernah suci
Tidak ada lagi bukti
bahwa mata, telinga, mulut, dan tangan kita pernah mengaji
semua berganti
semua jadi ngeri dan nyeri…

Maka, Alhamdulillah…
karena dalam kampung sunyi hati kita
masih tersisa rindu
terisak-isak dalam sepi
meronta-ronta ingin kembali

Maka, Alhamdulillah…
karena rindu itu menderas-deras
menghanyut kita
pulang kembali ke tanah pusaka
tanah yang melahirkan jiwa dan kesadaran kita
tanah yang debu-debunya
semoga menyucikan kembali jiwa kita

Kini, kita berdiri di Sukorejo ini
bagai santri baru atau orang asing
tiada lagi yang mengenal kita
Jelaslah, betapa lama kita tinggalkan
tanah pujaan

Kini, kita berdiri di Sukorejo ini
kita injakkan kaki
dam diam-diam jejak kaki kita
bersentuhan kembali
dengan jejak-jejak kaki guru-guru kita

Tidakkah kaurasakan
jejak-jejak kaki kita bersenyuman
karena ia bersentuhan
dengan yang dirindukan

Dengarlah…
angin dan daunan
mengucap salam


Zainul Walid, 21 Januari 2019

Tinggalkan komentar